Senin, H / 13 Mei 2024

ARSSI (Asosiasi RS Swasta Indonesia) Bersama ESQ Adakan Webinar RS Series, Ary Ginanjar: Memulai dari Niat yang Bersih

Selasa 30 May 2023 05:08 WIB

Reporter :Nisa Mufidah

Tangkapan Layar

Foto: dok. ESQ

ESQNews.id, JAKARTA - Kembali digelar Webinar RS Series #2 bersama ACT Consulting International dengan tajuk from hospital to hospitality pada hari Senin, 29 Mei 2023 yang diadakan secara online melalui zoom meeting.


Webinar yang dilaksanakan pada jam 13.30 hingga 15.30 WIB tersebut diisi langsung oleh tiga narasumber yang expert di bidangnya masing-masing. Yang pertama adalah Drg. Iing Ichsan Hanafi selaku ketua umum ARSSI (Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia) yang membawakan pembahasan mengenai practical health care & service culture dalam transformasi saat ini.




Kemudian pembicara yang kedua dibawakan langsung oleh expert selaku managing partner ACT Consulting International yaitu Putri Pamela dengan materi Learn From Other Healthcare Industry Globally in Carrying Out Transformation dan Build Service Culture by Finding The Right People.


Serta pada 30 menit terakhir sebelum sesi tanya jawab, pemaparan materi membenah hati bersama Dr. Ary Ginanjar Agustian sebagai founder dari ACT Consulting International.


“Saat ini rumah sakit di Indonesia mengalami padat modal, padat teknologi, padat ahli, padat resiko, padat kompetitor. Bagaimana dapat menghadapi ini?” Tanya Ary Ginanjar kepada kurang lebih 282 peserta webinar dalam zoom meeting yang hadir dari rumah sakit swasta sebanyak 235 dan RSUD sebanyak 47 orang.




Peserta bergantian menjawab dengan semangat melalui komentar zoom meeting, ada yang berkata bahwa solusinya adalah meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas rumah sakit, ada pula yang menjawab memberikan pelayanan terbaik seperti sedang merawat diri sendiri, memulai semuanya dari kesadaran para manajer dan masing-masing pegawai akan pentingnya pelayanan rumah sakit.


Dan satu jawaban yang paling menarik perhatian adalah the right man on the right place anti nepotism dan feodalisme. Menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat.


Dari berbagai jawaban, Ary memberikan sebuah statement bahwa jika berbicara mengenai bisnis, maka kita berbicara mengenai kebiasaan orang-orang (people behaviour).


Menarik kisah dari sebuah pabrik obat di Jepang yang hampir tutup, mereka meliburkan karyawannya selama tiga bulan dengan mengirimkan ke banyak rumah sakit untuk melihat apakah obat yang diproduksinya dipakai oleh rumah sakit atau tidak.




Setelah tiga bulan berlalu, para pegawainya ditarik kembali dari penyebaran di rumah sakit, lalu enam bulan kemudian pabrik obat tersebut menjadi yang terbaik di Jepang.


“Ketika ditanya, mengapa pabrik obat tersebut bisa maju? Terjawablah, dahulu yang saya pikirkan hanya uang. Berapa biaya atau harga yang menguntungkan.


Namun, setelah pergi ke rumah sakit, melihat bagaimana mereka sembuh dengan obat yang diproduksi dan sakit bahkan meninggal setelah konsumsi obat saya, maka saya merubah obat saya untuk menemukan formula terbaik.


Inilah grand why, itulah cara untuk bersaing dengan rumah sakit di luar negeri.” Ary mengakhiri cerita pabrik obat di Jepang dengan satu kesimpulan.


Senada juga dengan kisah KAI yang merubah sistem dan melakukan perbaikan, dimulai dari penjualan tiket yang uji coba berkali-kali hingga saat ini KAI menjadi tertib, yang dikatakan oleh Petinggi KAI adalah niat. Niat untuk merubah sistem menjadi lebih baik.


Hal-hal yang berasal dari dorongan hati bukan untuk orientasi sekedar pada uang dan jabatan merupakan buah dari Grand Why.


Setiap permasalahan yang bertamu, jangan sambut dengan langkah pertanyaan pertama yakni WHAT. apakah yang salah IT-nya kah, atau ada alat yang kurang, fasilitas yang tidak memadai, modal yang terbatas. 


Bukan pula berangkat langsung dari pertanyaan kedua mengenai HOW, bagaimana cara membenarkannya, bagaimana supaya sistem dapat berjalan dengan lebih baik.


Tetapi Ary mengungkapkan, “Ubahlah mindset anda dengan memulai dari WHY, tanyakan mengapa diri anda harus merubah, memperbaiki?”


WHY inilah yang kemudian lahir menjadi tiga bentuk dorongan yang kerap ada dalam niat masing-masing. Yakni, strong why yang fokus orientasinya untuk materi seperti gaji, penghasilan, profit.


Big why yang fokusnya pada sesuatu yang sifatnya emosional, seperti bangga atas jabatan, bangga atas pencapaian.


Ketika orientasinya hanya kepada materi dan sesuatu yang sifatnya emosional Ary mengatakan ruangnya akan sangat terbatas. Ada masa pada kekecewaan, ada masa pada terjebak dalam fokus materi saja, sehingga apa yang dicapai tidak maksimal.


“Maka dari itu. Rubahlah mindset anda, semua harus merubah grand why anda. ARSSI harus menjadi organisasi sebagai tempat ruhnya. Tentukan target, visi, misi. Selaraskan dengan kenapa anda harus memperbaiki dan menjadi rumah sakit yang diandalkan!”




Lagi-lagi Ary Ginanjar mengingatkan para peserta yang hadir diantaranya dari RS Hermina, Budi Asih, Eka Hospital, dan beberapa rumah sakit lainnya untuk tidak salah fokus. Fokuskan diri untuk mencapai sesuatu yang besar, lebih dari diri sendiri, lebih dari urusan kebutuhan diri sendiri, melainkan untuk keberlangsungan bersama.


Upaya membangun grand why, disertai dengan menemukan bakat dalam tim sehingga akan membentuk Master Team, kelompok yang hebat. Yang dapat mempercepat perbaikan dalam sebuah permasalahan.


Tempatkan orang sesuai dengan tempat terbaiknya. Ini dapat ditemukan dalam tes talent DNA yang diberikan oleh ACT Consulting International atau assessment berupa strengthsfinder untuk menemukan bakat tim.


Kisah mengenai olimpiade hewan Ary bagikan kepada para peserta di zoom meeting, “Ada Elang, Bebek, Kelinci, dan Tupai. Dan ada empat perlombaan.”


Dalam perlombaan pertama adalah lomba renang, tentu yang menang adalah bebek, yang lain kalah bahkan hampir mati karena tidak bisa berlama-lama dalam air. Lomba yang kedua adalah memanjat pohon yang dimenangi oleh tupai, yang lain harus bersusah payah bahkan menyerah tidak bisa.


<more>


Perlombaan ketiga yaitu terbang tinggi, tentu Elang yang menang, dan terakhir lomba lari cepat yang dimenangi oleh kelinci. Sehingga melihat empat perlombaan tersebut, Burung Hantu datang untuk memperbaiki fokus. Perlombaan dirubah, kelinci fokus untuk berlari, tupai memanjat, elang fokus terbang, dan bebek berenang. Semua menjadi pemenang.


“Ini yang harus kita perhatikan. Kebanyakan menempatkan orang pada tempat yang salah. Ada orang kaku tapi dijadikan perawat tamu di depan, pasiennya sakit jiwa, yang kerja sakit hati.


Jangan pula menempatkan orang dengan jiwa marketing di bagian medis. Senang bercuap dengan orang lain, tidak teliti untuk rekam medis akhirnya berantakan.


Kita harus menempatkan orang yang tepat dalam pelayanan. Dan mereka akan enjoy juga sesuai dengan talenta masing-masing, sehingga performanya juga bagus.”


Itulah langkah-langkah yang dipaparkan Ary Ginanjar untuk menjadi perhatian lebih di rumah sakit Indonesia sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik, untuk meningkatkan performa dan profitability rumah sakit.


Memulai dari niat yang bersih.


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA