Kamis, H / 16 Oktober 2025

OJK Institute Ajak Sektor Keuangan Siapkan Mental Hadapi Perubahan Bersama ACT Consulting International

Kamis 13 Apr 2023 19:31 WIB

Reporter :Nisa Mufidah

Tangkapan Layar

Foto: dok. ESQ

ESQNews.id, JAKARTA - Dalam era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), perubahan besar terjadi termasuk digital transformation yang bisa saja memunahkan manusia atau membuat manusia lebih berkembang. Termasuk dalam sektor jasa keuangan yang tentu tidak luput dari perubahan digital dan membutuhkan kesiapan mental dalam menghadapi perubahan.


OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Institute mengajak para pegawai hingga pejabat dalam webinar bersama ACT Consulting International yang diisi langsung oleh founder ACT Consulting International Dr. (H.C) Ary Ginanjar Agustian dibalut tema Mengatasi Tantangan dan Menghadapi Perubahan Dalam Sektor Keuangan.


Peserta meramaikan sesi webinar yang dipersembahkan oleh OJK Insitute hingga mencapai 2000 orang lebih dari berbagai background. Mulai dari pejabat dan pegawai OJK, perwakilan industri dan asosiasi jasa keuangan, akademisi, perwakilan lembaga/kementerian, hingga masyarakat umum.




Kegiatan webinar dibuka oleh Kepala OJK Institute yaitu Agus Sugiarto yang menyampaikan sambutan.


“Webinar ini merupakan seri dari webinar OJK Institute yang bersifat khusus untuk sektor keuangan mendapatkan soft skill yaitu dapat mengatasi tantangan dan dapat menghadapi perubahan. Karena, kesiapan dari Human Capital menjadi prioritas," Agus Sugiarto membuka kalimatnya.


Agus juga menjabarkan dari apa yang dilihat dari banyaknya tantangan dan perubahan yang terjadi, ada poin penting yang perlu diperhatikan.


Yang pertama, disrupsi dari evolusi industri khususnya industri 4.0. Melihat dari banyaknya digitalisasi yang terjadi dalam segala aspek kehidupan manusia yang tak lepas juga dari yang terjadi di industri keuangan.


Selain daripada digitalisasi yang terjadi di sektor keuangan, dapat disaksikan sudah mudah muncul pula digital culture di masyarakat seperti pemakaian sosial media.


Digitalisasi dalam sektor keuangan menjadi sebuah tantangan untuk tetap kompetitif, eksis, dan sustainable dalam menjalankan bisnis perusahaan.




Isu mengenai digitalisasi memiliki sisi positif, seperti kemudahan akses kecepatan, mudahnya komunikasi, dalam sektor keuangan juga dapat mempermudah para customer. Namun pada satu sisi juga mudah sekali memberikan pengaruh negatif.


“Kami berharap dengan hadirnya Pak Ary, bisa memberikan pencerahan menyikapi perubahan dan tantangan. Meningkatkan kinerja industri keuangan.bisa memberikan hal positif, dan wacana kita serta pandangan seharusnya bersikap menghadapi perubahan.” 


<more>


Berhadapan dengan kondisi yang didapati semua bergerak ke arah digital, manusia semakin terbiasa dengan perubahan digitalisasi dari hari ke hari. Sebagaimana kemunculan banyak platform digital yang mulai matang seperti aplikasi ojek online hingga fintech.


Bersamaan perubahan digital membuat manusia lebih maju atau memilih tertinggal di belakang sebagai sekedar pengguna.


Dengan itu, Ary menjelaskan bahwa perubahan pasti senantiasa terjadi, yang perlu dibenahi adalah diri sendiri. Apakah siap menghadapi perubahan tersebut?




Ada 4 karakter yang menghadapi perubahan, The Usuals yang tertinggal dengan perubahan, The Creatives yang hanya ingin maju namun tidak ada kemampuan, The Digitals yang memiliki kemampuan digital namun dengan mental yang tidak stabil, dan yang terakhir ada The Agile.


“Target kita, menjadi the agile. Yang dapat menghadapi perubahan secara cepat, tidak tertinggal, tidak memiliki mental seperti generasi stroberi (lembek).” 


Perlu diketahui bahwa untuk menjadi agile diperlukan change agility (agile terhadap perubahan), people agility (agile terhadap siapa saja yang dihadapi), mental agility (agile terhadap mental sehingga tidak mudah stress), learning agility (agile terhadap pembelajaran), result agility (agile terhadap hasil).




Dikutip dari Simon Sinek yang menulis buku Start With Why yakni “If you don’t understand people, you don’t understand business.”


Ary melanjutkan kalimat dari Simon Sinek bahwa dibalik digitalisasi yang terjadi, customer adalah bicara tentang people (orang), bukan hanya teknologi. Pemahaman mengenai hal ini dikatakan oleh Ary menyatakan sebabnya membuat buku ESQ dua puluh lima tahun lalu mengenai tiga kecerdasan yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.


“Manusia itu terdorong oleh tiga dorongan, yang pertama ada strong why yang membuat micro thinking sekedar fokus terhadap finansial, kedua ada big why yang berfikir kepada arah organisasi atau bisnis yang dijalankan seperti ingin menjadi bisnis terbesar, dan yang terakhir ini merupakan mega thinking, bicara mengenai kemanusiaan.”




Dapat diakui perusahaan besar seperti Gojek, Alibaba, Facebook, hingga Google memiliki dorongan awal membangun bisnis untuk membuat orang terbantu dengan keadaan teknologinya. Inilah dorongan grand why yang perlu dikembangkan dalam diri supaya apapun tantangan serta perubahan dapat dihadapi.


“Jika Anda mau merubah nasib menjadi orang besar, uang tidak terbatas, karir luar biasa. Anda perlu lebih dahulu merubah cara berpikir Anda dimulai dari grand why," Ary kemudian menjelaskan apa yang terjadi kebanyakan di lingkungan.


Kenyataannya, banyak orang yang memulai dari strong why, fokus terhadap uang atau penghasilan. Yang mana jika fokus pada strong why, muncullah perasaan ingin hedon karena yang menjadi center adalah uang.


Jika bermula dari big why akan menghasilkan flexing, centernya terhadap diri serta validasi orang lain. Ingin menjadikan dirinya terbaik, terbesar, terhebat.




Berbeda dengan grand why. Apabila memulai dari grand why, akan menghasilkan tidak adanya keterbatasan dalam diri. Tidak lagi ada justifikasi, atau excuse, bahkan melakukan blaming terhadap perubahan yang terjadi.


Para peserta juga setuju, bahwa yang paling baik untuk perubahan adalah dorongan dari grand why. Sehingga jika karyawan berorientasi pada grand why, sumber daya manusia dapat menghadapi perubahan yang dahsyat bukan hanya untuk finansial atau pengakuan diri melalui strong dan big why.


“Kebanyakan, kita tidak memiliki kreativitas karena tidak adanya grand why. Tidak mampu berempati, tidak mampu beradaptasi. Sehingga, kesimpulannya Anda harus bergerak dengan 3 driver dalam diri Anda," tutur Ary dari studio 23 Menara 165.


Pendiri Menara 165 itu berpesan, "Mulailah dari Grand why, kemudian big why dan strong why. Berfikir dari dalam hati nurani serta empati.”


Menurutnya, Inilah yang membuat diri super agile menghadapi perubahan, tidak tertinggal, bahkan unstoppable dan powerfull.


"Yang membuat Anda super agile ada di grand why, membuat unstoppable, powerfull."


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA