Rabu, H / 15 Mei 2024

Tragedi Danau Toba jadi peringatan Pemprov DKI benahi pelayaran Kepulauan Seribu

Rabu 27 Jun 2018 08:39 WIB

Singgih Wiryono

Keluarga korban kapal tenggelam di Danau Toba

Foto: BBC

Selain SOP yang masih kurang, perang harga antar kapal penyeberangan juga jadi sebab dilanggarnya prinsip keselamatan pelayaran.


ESQNews.id, JAKARTA - Musibah KM Sinar Bangun dengan korban hampir 200 jiwa mengundang keprihatinan banyak pihak dan membuka tabir buruknya pengaturan dan pelayanan pelayaran penyeberangan di Indonesia. Untuk menghindari musibah yang sama terjadi di Jakarta, Dewan Transportasi Kota Jakarta menghimbau Pemprov DKI untuk segera melakukan pembenahan sistem pelayaran antar pulau di Kepulauan Seribu dan sekitarnya melalui beberapa langkah.


Langkah awal disebut adalah  Standarisasi sarana kapal. Dalam keterangan tertulis, Ketua Komisi Hukum dan Hubungan Masyarakat DKTJ, Ellen Tangkudung mengatakan, keselamatan pelayaran harus dimulai dari standarisasi konstruksi kapal untuk menjamin keselamatan penumpang dan mempermudah evakuasi saat terjadi kecelakaan. Kunjungan lapangan DTKJ menunjukkan masih banyak kapal yang belum memenuhi standar keselamatan, terutama kapal ojek yang dioperasikan oleh pelayaran rakyat. Dishub perlu segera menyusun standar keselamatan konstruksi kapal untuk menjadi acuan peremajaan kapal pelayaran oleh operator.


"Karena peremajaan ini tidak murah maka perlu komitmen Pemprov DKI untuk memberi dukungan kebijakan finansial melalui deregulasi tarif dan subsidi pembiayaan peremajaan kapal seperti halnya program peremajaan angkot mitra PT. Transjakarta," ujar dia dalam keterangan pers, Rabu (27/6).


Hal kedua adalah SOP pelayanan, menurut Ellen penyediaan dan penggunaan peralatan keselamatan penumpang harus menjadi SOP dasar layanan pelayaran termasuk peragaan penggunaan peralatan keselamatan pada setiap kapal yang akan berangkat. Begitu juga dengan SOP evakuasi saat kecelakaan.


"Dishub secara rutin harus mengecek keberadaan pelampung, pemadam kebakaran, dan peralatan keselamatan lain di setiap kapal sebelum melakukan pelayaran dengan menegakkan fungsi ke syah bandaran secara konsisten.  Data tiket dan manifest kapal juga harus menjadi bagian SOP keselamatan pelayaran," jelas dia.


Poin ketiga adalah  penguatan kesadaran keselamatan (safety awareness) SDM pelayaran. DKTJ menilai Pemprov DKI harus menata kompetensi dan kualifikasi pelaku pelayaran di Kepulauan Seribu. Standar pendidikan khusus pelayaran perlu di persyaratkan pada SDM kunci pelayaran, dari mulai syah bandar dan pengelola pelabuhan, nahkoda dan awak kapal, pengusaha dan biro travel pelayaran, hingga mekanik pemeliharaan dan petugas inspeksi kelayakan kapal. 


"Pemprov juga perlu meningkatkan safety awareness semua pemangku kepentingan transportasi melalui kampanye dan sosialisasi keselamatan pelayaran secara masif dan kontinyu. Pemprov melalui Program Ok Oce juga bisa melakukan basic safety training (BST) kepada SDM pelayaran," jelas dia.


Sedangkan keempat adalah perbaikan aturan keselamatan pelayaran. DKTJ meminta Pemprov DKI meninjau ulang materi dan skema penegakan aturan keselamatan pelayaran agar bisa berjalan lebih efektif. Kaji ulang seluruh aturan pelayaran harus dilakukan dan pelaksanaannya dijalankan dengan pengawasan yang ketat untuk meningkatkan keselamatan pelayaran di DKI Jakarta.


Kelima soal pengaturan tarif dan biaya keselamatan pelayaran, DKTJ menilai rendahnya praktek dan kesadaran tentang keselamatan pelayaran terjadi, antara lain karena kegagalan pasar akibat perang tarif. Operator berlomba menawarkan tarif murah dengan mengorbankan standar dan kualitas operasi terutama kaidah kaidah keselamatan pelayaran.


"Untuk itu Pemprov DKI harus mulai mengatur tarif yang wajar agar ada cukup pendapatan bagi operator untuk mengoperasikan layanan pelayaran dengan kualitas dan keselamatan yang lebih baik," jelas Ellen lagi.


Kemudian hal yang tak kalah penting adalah pembenahan kelembagaan pengelola dan penyelenggara pelayaran. Pemprov DKI dinilai bisa memperkuat kapasitas UP APK (unit pengelola angkutan perairan dan kepelabuhanan) menjadi Badan pengatur jasa pelayaran (seperti BPJT di jalan toll). Dapat dibentuk dua badan dengan kewenangan yang terpisah antara badan pengelola pelabuhan dan badan pengatur operator. Dengan kapasitas teknis,  manajerial, dan keuangan yg lebih kuat,  badan ini dapat lebih efektif melakukan pengaturan dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran para pemilik kapal, operator kapal, dan penumpang akan pentingnya keselamatan   pelayaran.


"Perningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan menggandeng pihak swasta melalui skema PPP. Pemprov DKI juga perlu membentuk/memiliki tim tanggap darurat (emergency respond) sebagai unit reaksi cepat yang disiapkan untuk mengantisipasi dan mengatasi situasi darurat pelayaran. Dan sebagai bentuk komitmen pada keselamatan pelayaran, Pemprov DKI perlu membangun  pusat pelatihan keselamatan (safety training center)," ujar dia mengakhiri.


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA