Selasa, H / 14 Mei 2024

Muhammadiyah Desak PBB Turun Tangan soal Uyghur

Kamis 20 Dec 2018 15:29 WIB

Reporter :Anadolu Agancy

Warga Amerika memprotes pemerintah China yang menindas Muslim Uyghur

Foto: Anadolu

ESQNews.id, JAKARTA - Muhammadiyah mendesak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengadakan pertemuan darurat membahas masalah Uyghur dan mengambil tindakan sesuai ketentuan internasional. 


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan PBB dan OKI memiliki tanggung jawab besar menciptakan perdamaian dan mencegah segala bentuk kekerasan di belahan dunia mana pun. Haedar juga meminta pemerintah Indonesia segera melakukan langkah-langkah diplomatik sesuai prinsip politik bebas dan aktif untuk menciptakan perdamaian dunia. 


“Muhammadiyah siap menggalang dukungan  kemanusiaan dan material untuk perdamaian di Xinjiang, khususnya bagi masyarakat Uyghur,” ujar Haedar seperti dilansir Anadolu, Kamis (20/12).


Muhammadiyah menghimbau masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, dalam menggalang solidaritas Uyghur tetap mengedepankan kesantunan dan menjaga kerukunan di antara semua elemen masyarakat Indonesia. Human Rights Watch (HRW) sebelumnya mengecam pemerintah China atas "kampanye sistematis pelanggaran hak asasi manusia" terhadap Muslim Uyghur di barat laut Xinjiang, wilayah otonom di negara itu.


Menurut laporan 117 halaman yang diterbitkan akhir pekan lalu, pemerintah China disebut telah melakukan "penahanan massal semena-mena, penyiksaan dan penganiayaan" terhadap orang-orang Turki Uyghur di wilayah tersebut. Laporan itu didasarkan pada wawancara dengan 58 mantan penduduk Xinjiang, termasuk mantan tahanan dan kerabat tahanan, katanya.


"Di seluruh kawasan itu, 13 juta populasi Muslim Turki menjadi sasaran indoktrinasi politik paksa, hukuman kolektif, pembatasan gerak dan komunikasi, pembatasan agama yang terus meningkat dan pengawasan massal yang melanggar hukum hak asasi manusia internasional," tambahnya.


Wilayah Xinjiang adalah rumah bagi sekitar 10 juta orang Uyghur. Kelompok Muslim Turki yang membentuk sekitar 45 persen populasi Xinjiang ini, telah lama menuduh pemerintah China atas diskriminasi budaya, agama dan ekonomi. China meningkatkan sejumlah pembatasan dalam dua tahun terakhir, melarang laki-laki berjanggut dan wanita memakai jilbab serta memperkenalkan apa yang dianggap oleh banyak ahli sebagai program pengawasan elektronik terluas di dunia, menurut Wall Street Journal.


Hingga 1 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di wilayah Xinjiang China, kini dipenjara dalam jaringan "kamp pendidikan ulang politik" yang terus berkembang, menurut pejabat AS dan ahli PBB.


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA