Selasa, H / 14 Mei 2024

Di Taman Cinta, Kita Bersua

Rabu 27 Mar 2019 10:53 WIB

Author :M. Nurroziqi

ilustrasi.

Foto: hidayatullah

Oleh : M. Nurroziqi

ESQNews.id - "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh." (Q.S. Asy-Syu'araa: 83).

 

Yang suka ngopi, Gusti Allah akan memberikan jatah rezeki untuk ngopi. Yang gemar ngerokok, Gusti Allah akan memberikan jatah rezeki untuk ngerokok. Yang ketagihan membaca, Gusti Allah akan memberikan jatah rezeki untuk membeli bacaan-bacaan. Yang hobi nraktir dan berderma, Gusti Allah-pun akan memberikan jatah rezeki untuk itu. Bahkan, untuk yang suka (maaf) berjudi atau prilaku kurang baik yang lain, Gusti Allah juga tetap mencukupi jatah rezekinya untuk itu.


Manusia di kehidupan ini, dihadirkan-Nya bak seorang tamu. Dan sebagai Tuan Rumah, Gusti Allah pasti menjamu dengan sebaik-baiknya, yang tentunya tidak sedikit pun akan mencelakai manusia dengan kesengsaraan-kesengsaraan. Nah, jika ternyata ada yang merasakan sengsara dalam hidupnya, itu bukan berarti Gusti Allah yang tidak baik. Tetapi, pilihan-pilihan kesukaan manusialah yang tidak tepat. Bukannya Gusti Allah tidak sayang dengan tamu-Nya. Melainkan, kekeliruan sang tamu yang kurang tepat dalam bersikap di saat bertamu. Hematnya, Gusti Allah "melayani" apa-apa yang menjadi kesukaan si tamu. Intinya inti, Gusti Allah sebagaimana prasangka hamba-hamba-Nya.


Baca juga : Membangun Kerukunan dengan Iman

Kesukaan, kegemaran, rasa cinta, akan menjadi serupa maghnet yang menarik segala yang di luar diri. Dan ini yang akan mendukung setiap tingkah laku diri. Sehingga, merugi sekali yang terpenjara pada rasa cinta, gemar dan suka terhadap segala hal sifatnya negatif, yang tidak lebih hanya urusan nafsu ketidakbaikan. Dari sinilah, kemudian rasa-rasa itu harus dikontrol, musti dibatasi. Jika tidak, akan celaka sendiri. Kontrolnya bagaimana? Membatasinya dengan cara apa?


Semoga, kita masih ingat dengan satu hadits Rasulullah Saw, "Al-mar’u ma’a man ahabba." (seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintai). (H.R. Bukhari Muslim).


Hadits tersebut, terkait kisah ketika dalam sebuah perjalanan bersama para sahabat, Rasulullah Saw berjumpa dengan seorang Arab kampung. Dengan lantang, orang ini memanggil Rasulullah Saw langsung memanggil nama. Tanpa gelar kehormatan. "Wahai Muhammad!". Dari atas kendaraan, Rasulullah Saw menoleh dan menjawab, "Hei, kemarilah."


Para sahabat yang bersama Rasulullah Saw saat itu, segera mendatangi orang Arab kampung tadi akibat perbuatannya yang dinilai kurang sopan. "Hei kamu, pelankan sedikit suaramu pada Rasulullah Saw. Berani sekali kamu memanggil beliau  Saw dengan meneriakkan namanya langsung, bahkan dengan suara yang lantang. Hal itu dilarang dalam Al-Qur'an." Ujar seorang sahabat padanya.


Baca juga : Berbahasa dengan Cinta

Tetapi, orang Arab kampung ini berkelit, "Tidak. Aku tidak akan memelankan suaraku. Agar Rasulullah Saw bisa mendengarku dengan jelas." Ujarnya. Lantas, ia segera menghampiri Rasulullah Saw dan menyampaikan satu pertanyaan. "Wahai Rasulullah Saw, jika ada orang yang mencintai suatu kaum yang berbuat kebaikan, namun bagaimana jika ia tak menyerupai mereka dalam segi amal?"


Rasulullah Saw menjawab dengan santun, "Orang akan dikumpulkan bersama yang ia cintai. Dan kamu juga akan dikumpulkan bersama yang kamu cintai."

 

Dalam riwayat yang lain, orang Arab kampung itu mengajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah Saw, kapan kiamat akan tiba?". Rasulullah Saw menimpali, "Memang apa yang telah kamu persiapkan?"


"Wahai Rasulullah Saw, aku tidak menyiapkan suatu amalan shalat atau puasa yang banyak untuk hari itu. Tapi, aku sungguh mencintai Allah Swt dan Rasul-Nya." Jawab orang Arab kampung itu. "Seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintai." Mendengar jawaban Rasulullah Saw ini, orang Arab kampung tadi girang betul. Kebahagiaan luar biasa yang mendapat pengakuan dari para sahabat bahwa belum pernah terjumpai wajah seorang muslim yang sesumringah itu.


"Di taman cinta, kita akan bersua", kata indah ini, saya peroleh dari Kiai Budi. Nasehat sederhana ini, bisa dijabarkan ke semua lini kehidupan yang dialami. Bukan sekadar urusan lelaki dan perempuan. Lebih meruhani, prasangka-prasangka baik terhadap Gusti Allah adalah rasa cinta yang begitu mesra. Gusti Allah pun akan mewujudkan prasangka-prasangka hamba-Nya itu dalam kenyataan hidup yang terbaik dan terindah. Jika dalam hubungan dengan sesama manusia, di antara sesama hidup, manusia dengan hati yang penuh curiga, hati yang gemar berprasangka, diri yang cinta dengan kelemahan dan kekurangan saudara-saudarinya, maka Gusti Allah pun akan meletakkan semua yang diingini itu di depan batang hidung orang itu.


Begitu sebaliknya, hati yang dipenuhi cinta terhadap segala yang baik-baik, maka kepada itu juga Gusti Allah akan menuntun-Nya. "Kullun muyassarun li maa khuliqo lah". Jadi, jika di antara kita ada yang gampang mencela, gemar mengumbar kelemahan dan kekurangan sesama, selalu ada hal tidak baik yang menjadi topik pembicaraan, maka memang itu yang menjadi kesukaan dan kecintaan yang tumbuh memenuhi isi hatinya. "Jer lahir utusaning bathin", kurang lebih begitu pepatah Jawanya.


Dengan demikian, hari demi hari yang semakin mendekati mati, setiap diri harus segera berbenah hati. Sucikan hati. Dan penuhi hanya dengan cinta kepada yang memang sepantasnya dicintai. Sebagai pelajaran, terdapat kisah satu pemuda yang ikut rombongan hijrah ke Madinah bersama Rasulullah Saw. Tetapi, perjuangan hebat yang dilalui ini bukan semata rasa cinta kepada Gusti Allah dan Rasul-Nya. Melainkan, demi gadis yang dicintai.


Hasilnya, ya cuma apa yang dicintai itu yang didapat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia diniatkan." (H.R. Bukhari).


Semoga, kita semua bisa menjaga hati, senantiasa dikukuhkan-Nya untuk istikamah hanya di jalan-Nya sebagaimana yang telah diteladankan Rasul-Nya.

Allahummarzuqnaa hubbaka, wa hubba man ahabbaka, wa hubba maa yuqorribunaa ilaa hubbika.

 

*M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya

Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA