Kamis, H / 28 Maret 2024

Diam itu Emas ?

Kamis 14 Sep 2023 17:20 WIB

Author :M. Nurroziqi

ilustrasi.

Foto: google image

ESQNews.id - Hidup kita bukan seperti kuburan. Hanya nisan-nisan yang berjajar rapi. Yang tidak mungkin bercengkarama antar satu nisan dengan nisan lainnya.


Tidak butuh teman, kebanyakan manusia sekarang. Berbekal smartphone, sudah sedemikian nikmat berasyik sendiri. Kehadiran teman, malah menjadi gangguan yang bakal menyedihkan. Terpasung dalam jejaring sosial, semakin menjadikannya tidak pandai memanfaatkan hidup dalam kenyataan yang seharusnya bersosial. Bahkan dalam keramaian, dikelilingi banyak orang, tetap saja diam tidak bergeming, tidak kuat untuk lepas dari media yang di genggamnya.


Kalau sudah begitu, jika tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak diingini, atau -maaf- mati, (na'udzubillaah), siapa yang lantas akan peduli? Bisa jadi, yang semula asyik di sekitarnya tidak bergegas menolong. Malahan, sekadar selfie, ambil poto, diupload deh. Yang di media sosial sudah ramai-ramai berduka. Sedang, yang pada kenyataannya celaka, semakin merana.


Di sisi kehidupan yang lain, bagi yang gemar bersaudara, bertemu muka dalam dunia nyata. Di hati diliputi rasa persaudaraan, berjumpa, berjabat tangan adalah kenyataan nikmat yang pasti diidamkan. Akrab bercengkerama, saling bercanda, tentu saja hiasan indah dalam lautan kemesraan. Ketika sudah berkumpul bersama-sama, tanggalkan yang hendak merenggangkan keintiman bersaudara. Sebab, hidup yang sesungguhnya adalah bersaudara dalam kenyataan. Semakin banyak saudara, semakin riuh oleh canda kemesraan yang membahagiakan. Bukan semakin sepi, tidak sibuk sendiri oleh media yang di genggamannya sendiri-sendiri.


Tetapi, hidup tidak dua warna begitu. Hitam dan putih. Yang sibuk bergaul pasti benar dan yang asyik ber-smartphone sebagai kesalahan. Atau sebaliknya. Tidak. Hidup ini penuh warna. Tidak bisa saat satu adegan, bisa dipastikan sebagai tindakan pasti benar atau salah. Sebab, dalam satu adegan itu, pasti ada beragam alasan, memiliki berjuta latar belakang. Dari sinilah, setiap diri harus berpikiran luas, hati mensamudera. Sehingga, tidak seenak perutnya menghakimi satu sama lain.


Segala sesuatu yang ada di hidup ini, selalu ada sisi baik dan tidaknya. Manusia pun juga, pasti memiliki kebaikan, sedang di sisi lain jelas ada ketidakbaikan. Sedang, di sepanjang kehidupan ini, manusia harus bisa menjadi baik dan hidup penuh manfaat. Dalam rangka mencapai dua titik itulah, manusia disaranai Allah Swt dengan segala rupa yang ada di dunia ini.


Sebagaimana dua adegan hidup di awal tadi. Maka, yang patut dipertanyakan adalah apakah keduanya mampu menjadi sarana diri untuk menjadi manusia yang baik dan penuh manfaat? Jika ternyata, keduanya sanggup dijadikan sarana untuk hidup lebih baik dan manfaat, apa salahnya? Dan sebaliknya, lantaran keduanya justru menjadikan ketidakbaikan dan tanpa manfaat, buat apa juga digemari?


Soal menjaga lisan, misalnya. Jika dalam kegemaran bergaul dalam kehidupan nyata kok belum bisa menjaga lisan. Setiap ucapan hanya menyakitkan hati lawan bicara. Setiap perkataan cuma sibuk mempersalahkan semua yang ada. Suka mencari kelemahan saudara untuk disebarkan ke banyak manusia. Maka, alangkah indahnya jika diam. Bermain smartphone saja. Jika dengannya bisa lebih mensaranai diri untuk hidup lebih baik dan penuh manfaat. Atau sebaliknya, ketika dengan smartphone, justru cuma sibuk menebar berita bohong, saling hujat, membuka aib sesama. Ya ditutup saja. Alihkan dengan kebiasaan-kebiasaan yang membawa kebaikan, yang menjadikan hidup jauh lebih manfaat.


Diam itu emas bagi orang yang bicaranya hanya merugikan dirinya sendiri dan orang lain. "Diam itu Emas", tentu sudah familiar nasehat ini. Tentu juga tidak berarti bahwa berbicara sebagai yang selain emas. Tetapi, nasehat tersebut adalah sebentuk upaya menjaga lisan. Sebagai langkah menjaga diri. Jika belum bisa memanfaatkan lisan dengan benar. Jika yang keluar darinya justru semua hal yang tidak baik, maka diam menjadi sesuatu yang sangat berharga. Begitu sebaliknya, jika dengan berbicara justru malah menjadi sarana kebaikan dan mengantarkan hidup lebih bermanfaat, maka berbicara adalah cara yang tidak boleh ditinggalkan.


Dari itu, baik dan tidaknya segala sesuatu di dunia ini, bergantung diri masing-masing. Yakni, seberapa mampu diri itu menjadikan semua sebagai sarana untuk hidup lebih baik dan penuh manfaat.

 

M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA