Senin, H / 14 Oktober 2024

Eksklusif! Program Second Generation ESQ Business School Gelar CEO Talk Bersama Ary Ginanjar

Senin 09 Sep 2024 19:12 WIB

Reporter : EDQP

Tangkapan Layar

Foto: dok. ESQ

ESQNews.id, JAKARTA - Mengelola bisnis keluarga bukan lagi hanya tentang bisnis atau tentang keluarga. Tapi bagaimana menjalankan keduanya secara beriringan yaitu mengharmonisasikan antara bisnis dan juga keluarga.


Pada hari Rabu, 4 September 2024 Program Second Generation ESQ Business School menggelar CEO Talk untuk membahas bagaimana bisnis keluarga dapat berjalan dan berlanjut hingga generasi berikutnya.




Program Second Generation merupakan program khusus yang didesain untuk mempersiapkan generasi berikutnya melanjutkan bisnis keluarga yang dirancang oleh ESQ Business School.


Untuk membuka pengenalan terhadap khalayak luas, Program Second Generation menggelar CEO Talk yang dihadiri oleh para pemilik bisnis, anak-anaknya, dan juga alumni serta mahasiswa program Second Generation.


“Saya pernah mendapatkan kritik dan saran mengenai konsep bisnis TalentDNA, sebuah program software sekaligus apps, yang dapat mendeteksi talenta seseorang.


Kita terus pasarkan, namun di tengah jalan terjadi penurunan, saya mencari-cari apa masalahnya, sehingga bertemu dengan yang memberikan kritik dan saran. Itu adalah anak saya yang mengikuti program Second Generation selama 1 tahun.


Anak berusia 19 tahun sudah dapat memberikan saran terhadap bisnis.” Ujar Ary Ginanjar, Founder UAG University dan ESQ Corp.




Pada acara CEO Talk, Ary Ginanjar membagikan berbagai pengalaman memulai bisnis hingga kini memiliki 17 anak perusahaan, dan 32 unit bisnis. Dalam usia yang menuju 60 tahun, Ary Ginanjar menceritakan bagaimana dirinya mulai mempersiapkan anak-anaknya untuk dapat terjun ke dalam bisnis yang sudah didirikan.


Salah satunya adalah kepada anaknya yang bernama Esqi Gibraltar yang merupakan mahasiswa ESQ Business School Program Second Generation.




“Program Second Generation ini membuat Esqi yang berusia 19 tahun menjadi memiliki mindset CEO. Meski programnya hanya 1 tahun, namun intisari dari bisnis itu diberikan, core bisnis diajarkan, dan diajarkan untuk membangun dan me-maintain bisnis.” Ujar Ary Ginanjar.


Pendiri Menara 165 tersebut juga menyebutkan bahwa jika orang tua memiliki rumah sakit dan ingin anaknya melanjutkan usaha orang tua, maka kuliah kedokteran saja tidak cukup. Karena perlu ilmu bisnis untuk belajar bagaimana mengatur keuangan, melihat peluang, meningkatkan revenue, hingga bagaimana mengelola sumber daya manusia atau menjadi seorang pemimpin.


Second Generation membantu bagaimana memiliki konsep-konsep dasar membangun perusahaan, bagaimana dalam satu tahun anak yang dibimbing akan siap memimpin perusahaan.


Dengan satu tahun diberikan pembelajaran langsung dari expert, serta modul yang sangat mudah untuk langsung diaplikasikan dalam berbisnis. Mempelajari juga bagaimana menjaga perusahaan ketika terjadi goncangan dan kerugian, bagaimana cara terus dapat berinovasi hingga membuka cabang.




“Dua hal yang saya ingin bagikan. Pertama, agar anak bisa melanjutkan bisnis keluarga adalah mengerti inti dasar dari korporasi, memahami sistemnya, bagaimana dia mampu untuk running bisnis ke depan dengan cara yang simple, sehingga dapat diteruskan.


Kedua, perlu ada family constitution. Bagaimana caranya anak harus mampu untuk berkorelasi dengan keluarga juga para profesional yang sudah ada dalam perusahaan.”


Ary Ginanjar juga menambahkan bahwasannya sebagai leader perlu mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi seiring berkembangnya zaman. Saat ini, sedang menuju era Gig Economy.


“Semua serba rapuh atau brittle. Tidak ada bisnis yang betul-betul abadi. Yang kita bangun, rapuh semua. Pada zaman ini juga serba ketakutan, non linear atau bahkan tidak bisa disatukan lagi. Dan kini kita menuju Gig Economy.”


Gig Economy didapati adalah sistem kerja yang mana umumnya lembaga atau perusahaan lebih memilih merekrut pekerja independen atau kontrak jangka pendek.


Di Australia, sudah diterapkan kerja 4 hari saja, BUMN kini juga Ary katakan sudah mulai menggunakan, sehingga perlu digaris bawahi adalah kunci bisnis itu adalah leadership.


Bagaimana seorang leader harus me-manage agar pekerja dapat survive serta unggul. Bukan hanya IQ yang dimiliki oleh seorang leader, namun EQ untuk bisa mengatur SDM supaya mereka dapat loyal terhadap perusahaan.


Ary Ginanjar menunjukkan dalam era menuju Gig Economy, leader secepatnya mulai menguasai ambidextrous leadership, leadership yang paling canggih. Khususnya leader dalam bisnis keluarga, yang perlu menyeimbangkan antara keluarga dan bisnis.


Ambidextrous Leadership adalah mampu mengkolaborasikan antara eksplorasi dan juga eksploitasi. Mengetahui bagaimana cara agar bisnis tetap bertahan, dengan terus melakukan inovasi dari eksplorasi, dan juga menjalankan sistem yang sudah ada melalui eksploitasi.


<more>


Sesi tanya jawab pun berlangsung dengan penuh pertanyaan menarik, untuk berkonsultasi langsung dengan Dr. Ary Ginanjar Agustian mengenai bisnis keluarga dan juga Program Second Generation.


“Sebagai orang tua, kita berusaha agar anak kita lebih mudah daripada apa yang kita alami. Sebagai orang tua yang merasakan getir-getirnya, kita ingin mereka tidak kembali merasakannya. Kemudian, waktu kapan yang tepat untuk menempatkan anak kita masuk ke dalam bisnis keluarga?”


Ary menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta acara. “Kita sadari bahwa bisnis itu tidak pernah mulus selalu, akan bertemu masalah. Ketika ada masalah, justru itulah saya akan panggil anak saya, biarkan mereka melihat kita sedang berusaha untuk menyelesaikannya.


Sehingga mereka dapat melihat proses penyelamatan dari apa yang terjadi di bisnis kita. Pelan-pelan saja, setelah mereka mengerti, kita berikan bisnis yang kecil-kecil, realitas pahit dan manis diperlihatkan, sampai pada satu titik dimana dia kita lihat sudah bisa meng-handle bisnis tersebut.


Saya memberikan anak saya dua bisnis yang terlihat, satu bisnis yang sudah tersistem, jadi dia bisa melihat bisnis yang sudah dapat berjalan sesuai sistem. Dan kedua adalah divisi lain yang turbulence-nya tinggi. Kita kasih lihat ke mereka, tujuannya bukan untuk memperlihatkan bisnisnya. Tapi supaya dia mampu untuk dapat menangani semua jenis bisnis.”


Ary mengatakan bahwa sebagai leader juga menyampaikan cinta dan misi, bagaimana Ary Ginanjar mengajarkan pada anaknya untuk memberikan cinta sebagai seorang leader.


“Saya belajar dari bapak menjadi pemimpin yang tak hanya memberikan perintah saja, namun memastikan semua berada dalam satu kapal yang sama. Di sana, Bapak mengajarkan saya untuk menunjukkan seberapa penting engagement dengan sesama yang ada di sekitar kita. Apabila kapal itu karam, yang paling terakhir berdiri di atas kapal itu adalah pemimpinnya.


Tidak hanya itu, saya pelajari juga setahun ke belakang di Program Second Generation, kelas hanya berlangsung Jumat dan Sabtu, Minggu saya libur, Senin sampai Kamis saya bingung hendak mengerjakan apa.


Sampai, saya datangi perusahaan Bapak, saya perhatikan gimana Bapak berinteraksi dengan karyawannya, ketika beliau visit, saya ikut. Saya melihat bagaimana Bapak dapat mengatasi berbagai karakter yang ada di bawahnya.




Selama setahun di Program Second Generation, rasanya seperti belajar 4 tahun lamanya. Ilmu Second Generation bisa langsung diimplementasikan ke bisnis yang Bapak mulai titipkan kepada saya.


Awalnya saya masih belum terima mengapa diwariskan kepada saya. Sehingga, saya berkontemplasi dan melalui malam-malam yang panjang. Saya sadar, bahwa menerima ini bukanlah sebuah beban, namun panggilan. Dan saya wajib menjawabnya.” Ujar Esqi Gibraltar (anak kelima Ary Ginanjar).


“Kami ingin melahirkan manusia seutuhnya yang tak hanya sukses di dunia saja, namun sukses di akhirat. Sehingga, saya dirikan UAG University dan ESQ Business School agar anak-anak kita dapat cerdas tak hanya intelektual saja, namun secara emosional, dan spiritual. Memiliki kemampuan empati, dan juga hati nurani.” Tutup Ary Ginanjar di akhir sesinya.


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA