Oleh: Elfindri, Unand
ESQNews.id, JAKARTA - Pendidikan berbasiskan boarding telah tumbuh dan berkembang jauh hari sebelumnya. Baik yang basisnya agama Islam, maupun selain Islam.
Sebuah pesantren yang baik tentu akan hasilkan sesuai dengan yang menjadi tujuan akhir. Ada yang membangun etika, ada yang hafalan al-quran, ada membangun karakter, penguatan kognitive, psikomotorik, maupun ragawinya.
Review kami Davi Hendri (2005) menemukan di Amerika Serikat keberadaan pesantren yang diadopsi oleh pihak Gereja telah membuat anak anak mereka memiliki jiwa suka bersedekah, dan lebih mandiri. Church system yang kita lihat bahkan anak anak yang tinggal di boarding, diajarkan untuk table manner, cara berpakaian, dan hubungan sosial yang mereka yakini diperlukan.
Di zaman kolonial, sekolah di Jerman mengajarkan kedisiplinan presisi, dimana anak anak sekolah tidak boleh terlambat. Ketika terlambat, maka hukuman fisiknya keras. Bisa jadi cikal bakal kenapa Bangsa Jerman presisinya tinggi dan disiplin sampai sekarang.
Pesantren pesantren di Jawa, dan Sumatra Barat Tawallib Padang Panjang serta Sumatra Utara juga berkembang.
Tidak sedikit alumninya yang mandiri, baik secara ekonomi maupun kepemimpinan. Apalagi hafalan Al quran dan pendalaman berbagai bagian pembelajaran yang ada dalam al quran dan hadist.
Kemudian setelah mereka selesai nyantri, bisa kemudian menjadi guru agama, pendakwah, sebagai pengelola organisasi keagamaan seperti di bawah basis NU, Muhammadiyah, Perti dan sejenisnya.
Waktu berjalan begitu seiring dengan kemajuan zaman, pesantren pesantren tumbuh dan berkembang. Ada yang kemudian berafiliasi sesuai dengan 'aliran' pendirinya.
Pesantren klasik dan modern tumbuh masing masing, mereka diam diam tidak tergantung dengan peranan pemerintah, dan lebih mandiri. Walau tidak sedikit yang bertahan memilukan proses tumbuh dan berkembangnya.
Di berbagai kota justru pesantren pesantren lahir, dengan kemasan modern, bangunannya mewah, sampai penatalaksanaan santrinya, enak tidur, makan disediakan, cuci pakaian disediakan.
Kelas elit seperti ini yang menurut hemat kami yang tidak berkualitas tapi orang tua yang berduit berharap agar anaknya kelak akhlaknya baik dan kognitifnya bagus.
Pesantren kualitas strawberry tumbuh dan berkembang karena terlalu memanjakan santrinya untuk hidup mudah dan senang.
<more>
Di Panyabungan Sumatra Utara pesantren dikelola benar benar memprihatinkan. Para santri hidup sederhana, memasak dan mencuci sendiri, pondok yang dibuat ukuran mini dikelola sendiri oleh santrinya, bahkan memanfaatkan alam, sungai tempat mandi.
Untuk bagian tertentu memang pedih karena fasilitas terbatas, apalagi minimnya fasilitas perpustakaan. Santri lebih mengasah hidup mandiri, dan dengan fasilitas seadanya pakai penerangan minim.
Belakangan alumninya banyak yang mandiri dengan beragam profesi pekerjaan setelah dewasa.
Di kebanyakan Pesantren modern, saling memarketingkan diri, terkesan mewah, dan serba ada. Orang tua mengirim anak mereka agar nanti di Pesantren unsur agamanya, etikanya, dan hafalannya tercapai.
Anak anak diantar oleh orang tua dengan mobil atau sepeda motor, jika di Penyabungan anak anak datang sendiri berjuang entah berjalan kaki, atau naik angkutan umum.
Di pesantren modern, memasak tidak kelihatan, santri makan yang sudah tersedia. Ketika mereka tamat, ternyata keterampilan home economicsnya tidak terbangun.
Bisa bisa kalau sudah berhasil hidup serba praktis. Mereka tidak mencuci sendiri, karena lingkungan tempat mondok dibersihkan oleh petugas yang ditunjuk.
Hipotesa saya adalah pesantren yang menyediakan fasilitas serba ada, akan lahirkan santri yang motoriknya tidak terasah. Karakter kemandirian hidup mereka tidak terasah. Kendatipun hafalannya banyak, karakter kemandirian justru tidak terbangun.
Bangun Learning Kewirausahaan
Ke depan waktunya pesantren melatih santrinya hidup mandiri, ini dapat diatur dengan "governance" masing masing tahapan kelas.
Bahkan unsur kewirausahawan menjadi penting, selain mendalami agama, hafalan fiqih, bahasa, atau apalah yang diperlukan, santri juga dikondisikan untuk juga terlibat dalam usaha yang dikembangkan oleh sekolah.
Contoh yang hebat telah dilakukan oleh pesantren Sidogiri Jawa Timur, dimana mereka menghasilkan produk yang diperlukan oleh santri secara terbatas, dan kemudian memiliki gerai Mart yang banyak di Jawa Timur, ber-omzet Triliunan Rupiah per tahun. Kita perlu lahirkan model model pesantren yang mampu penuhi aspek adab islami, dan kognitif.