Terkait pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap Rohingya oleh Myanmar
ESQNews.id, ANKARA - Pelapor Khusus (Special Rapporteur) PBB untuk Myanmar
telah meminta Dewan Keamanan untuk merujuk situasi di sana ke Pengadilan
Kriminal Internasional (ICC).
“Seluruh situasi di Myanmar harus
dirujuk ke Mahkamah Pidana Internasional atau pengadilan Internasional
[harus] dibentuk untuk menjamin keadilan bagi rakyat Myanmar,” kata
Yanghee Lee, Rabu (24/10/2019), pada jumpa pers di Majelis Umum PBB di New York.
"Saya
tetap teguh pada keyakinan saya bahwa tidak aman bagi pengungsi
Rohingya [di Bangladesh] untuk kembali ke Myanmar sampai keadaan
mendasar yang mengarah pada pengusiran mereka diperbaiki," kata Lee dilansir Anadolu Agency.
Lee
juga menyerukan sanksi yang ditargetkan untuk dikenakan pada perusahaan
yang dikelola militer dan pejabat yang bertanggung jawab atas
pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap Rohingya.
"Kepentingan ekonomi tidak harus dikejar dengan mengorbankan hak asasi manusia," tambah dia. Pakar PBB serukan agar Myanmar dibawa ke Pengadilan Internasional.
<more>
-Pelanggaran serius
Kepala
Misi Pencari Fakta Internasional Independen PBB untuk Myanmar Marzuki
Darusman mengatakan telah terjadi pelanggaran serius terhadap hak asasi
manusia dan hukum humaniter.
"Myanmar gagal dalam kewajibannya
berdasarkan Konvensi Genosida untuk mencegah, menginvestigasi dan
memberlakukan undang-undang yang efektif yang mengriminalisasi dan
menghukum genosida," kata dia pada pertemuan yang sama.
Misi
tersebut menemukan bahwa kejahatan di bawah hukum internasional terus
dilakukan oleh angkatan bersenjata Myanmar, Tatmadaw, kata Marzuki.
"Ini
menegaskan kesimpulan kami sebelumnya bahwa siklus impunitas
memungkinkan, dan memang memicu, perilaku tercela dari pihak pasukan
keamanan," tambah dia.
Penganiayaan terhadap komunitas Rohingya
di Myanmar terus berlanjut dan ini membuat kembalinya hampir satu juta
pengungsi Rohingya di Bangladesh “mustahil,” kata Marzuki.
- Orang yang teraniyaya
Menurut
Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian
besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan
menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan
terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017, mendorong jumlah
orang yang dianiaya di Bangladesh di atas 1,2 juta.
Sejak 25
Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan
negara Myanmar, menurut sebuah laporan oleh Ontario International
Development Agency (OIDA).
Lebih dari 34.000 Rohingya juga
dilemparkan ke dalam api, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli,
kata laporan OIDA, berjudul "Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang
Tak Terungkap."
Sekitar 18.000 perempuan dan gadis Rohingya
diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah
Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak, tambahnya.