Oleh: Mushlihin (MA Muhammadiyah Takerharjo Solokuro Lamongan)
ESQNews.id, JAKARTA - Kepala Madrasah berkata bahwa bapak atau ibu yang mengikuti studi wisata harap berkumpul jam 02.42 waktu setempat. Saya tertidur dan bangun jam 03.13. Segala puji bagi Allah, Yang Menghidupkan kami setelah Dia Mematikan kami dan kepada-Nya kami dibangitkan.
Saya pun menghubungi panitia. Ia mengatakan bis belum tiba, tapi saya dimohon ke tempat pemberangkatan. Beberapa orang kecewa, sebab menunggu adalah hal yang membosankan. Panitia berupaya menenangkan peserta. Kami diajak tahajud dan jamaah salat subuh di musala.
Selepas salam bis datang. Terdengar celetuk seseorang. "Bise kok elek." Namanya kurang populer yakni Damri. Saya terkenang bis kota itu semasa kuliah. Menurut GridOto.com-DAMRI adalah singkatan dari kata "Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia" atau saat ini disebut dengan Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia.
Peserta bersecepat menaiki bis yang disahkan melalui maklumat Menteri Perhubungan RI NO. 01/dam/46 tertanggal 25 November 1946 itu. Bis melaju dan berhenti di SPBU Surabaya. Mesinnya ada masalah. Penumpang turun dan memanfaatkannya untuk sarapan nasi bungkus yang merupakan bekal dari rumah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makanan ini kepadaku.
Sejam kemudian bis mengaspal. Bis yang sejarahnya merupakan gabungan dari dua usaha angkutan di era pendudukan Jepang, JAWA UNYU ZIGYOSHA (angkutan barang) dan ZIDOSHA SOKYOKO (angkutan penumpang) berhenti di Jatim Park jam 10.00.
Wisatawan menghambur ke pintu masuk wahana yang diresmikan Mendikbud, Muhadjir Effendy tahun 2016. Panitia membelikannya tiket. Harganya seratus ribu per orang. Bentuknya gelang.
<more>
Setelah berkeliling hingga azan asar, wisatawan berkomentar. Jatim Park 1 benar-benar sebuah theme park dengan berbagai wahana permainan yang memadukan konsep edukasi dan hiburan. Fasilitasnya berkualitas. Toilet memadai. Musala makmur. Parking area luas. Food court enak. Souvernir shop murah. Studio 3D nyaman. Museumnya keren. Kolam renang bersih. Adapula cermin ajaib.
Selanjutnya bis menuju alun-alun Batu. Parkirnya penuh. Sopir pintar bernegosiasi. Bis diijinkan parkir sejam. Saya memanfaatkan photo corner, minimarket dan masjid untuk jamak magrib isya. Saya teringat tulisan seorang profesor Nabi dan Walisongo rerata membangun kedua fasum tersebut berdampingan. Pasar sebagai sarana hidup, sedangkan masjid merupakan simbol moral dan tujuan hidup.
Saatnya pulang. Bis mampir di masjid Muhammad Cheng Ho, Pasuruan. Pasalnya ada yang belum salat dan membeli oleh-oleh serta makan malam.
Bis mengaspal lagi. Bis mogok di tol Tandes Surabaya. Mekanik didatangkan. Ia gagal memperbaikinya. Solusinya bis diganti bis Damri lainnya. Kecepatannya maksimal, malahan keblabasan ke pasar Kranji Lamongan.
Kami ngempet marah-marah. Kami berusaha menikmatinya. Bis terlambat, mogok, dan diganti bis lain tetap disyukuri. Sebab Allah memberi makanan kepada kami untuk menghilangkan lapar dan mengamankan kami dari rasa ketakutan. Kami pun sampai di rumah dengan selamat sentosa jam 00.50, tanpa menelan korban jiwa.