Senin, H / 06 Oktober 2025

Ary Ginanjar Sampaikan Peran Penting Para Istri Hakim-Dharmayukti Karini (Mahkamah Agung) untuk Pertahankan Keluarga Bahagia Berintegritas

Kamis 25 Jan 2024 18:35 WIB

Reporter :EDQP

Tangkapan Layar

Foto: dok. ESQ

ESQNews.id, MEGAMENDUNG - Kamis, 25 Januari 2024 di Auditorium Balitbang Diklat Hukum & Peradilan Mahkamah Agung RI Megamendung - Bogor menjadi saksi Pertemuan Rutin Pengurus dan Anggota Dharmayukti Karini.


Dharmayukti Karini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari insan peradilan. Oleh karena itu, Dharmayukti Karini harus menjadi tempat di mana dapat merangkul nilai-nilai moral, sekaligus menjadi contoh dan teladan yang baik bagi keluarga, sehingga dapat memberikan energi positif dalam membangun sikap dan prilaku yang akhlakul karimah bagi semua anggota keluarga”

Dharmayukti Karini untuk sabar mendampingi suaminya dalam bertugas, sekalipun harus jauh dari kampung halaman. Percayalah, bahwa kehadiran keluarga di sisi suami akan menjadi kekuatan yang sangat besar baginya, sehingga dapat menghindarkan dari segala gangguan dan godaan dalam menjalankan tugas dan jabatannya.

Peran istri bagaikan sebuah pelita bagi suami, selalu menerangi tapi tidak membakar, selalu menghangatkan tapi tidak menghanguskan, selalu menjadi cahaya tapi tidak membutakan.

<more>

Untuk pertahankan visi, misi atau tujuan Dharmayukti Karini serta menjadi salah satu agenda dalam pertemuan kali ini diselenggarakan Seminar ESQ Miracle Woman (dengan tema Wanita Tenang Pasti Menang). 

Dr. (H.C) Ary Ginanjar Agustian (Founder ESQ Group) bersama kadernya Coach Nia Fiani memberikan sharing kepada para istri-istri hakim Mahkamah Agung RI yang hebat.

Hadir di dalamnya Ketua Umum Dharmayukti Karini (DYK) Hj. Budi Utami Syarifuddin, Hj. Andi Roosdiaty Hatta Ali (Ketua Umum DYK Periode 2012-2022), Komariah Bagir Manan (Ketua Umum DYK Periode 2001-2008), Anggarwati Sunarto, SH., MH (Ketua DYK Mahkamah Agung RI), Dewi Bambang Hery Mulyono (Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil), Dirjen Badilum, Dirjen Badilmiltun, Ibu-ibu Seroja dan Kusuma Kencana, seluruh Ibu-ibu Pengurus dan anggota DYK. 

Kemudian turut mengundang Kapusdiklat Teknis Peradilan Syamsul Arief dan Sekretaris Badan Litbang Diklat Kumdil Andi Akram.



Total peserta yang hadir sekitar 190 orang terdiri dari (pimpinan & pengurus DYK, termasuk purna bakti) serta undangan satker.

Maksud kedatangan Ary Ginanjar selaku narasumber yaitu untuk mengingatkan kembali kepada para istri hakim untuk saling menghargai kesederhanaan & humble mendampingi serta mendukung suami- suami mereka dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum yang profesional, berintegritas, dan berkeadilan. 

Terus meningkatkan kualitas diri, baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Ary yakin, Dharmayukti Karini bisa menjadi organisasi yang solid, harmonis, dan dinamis.



"Agar menjadi wanita istimewa dan bahagia, ibu-ibu harus bisa memanage energi. Karena ibu-ibu adalah sumber energi, maka harus memancarkan energi positif khususnya kepada suami, anak, keluarga.

Di pikiran kita ini saya ibaratkan banyak laci-laci yang berdampak pada energi. Ada laci bahagia, sedih, sengsara dan lainnya. Karena hidup adalah pilihan. Maka kita bisa memilih laci mana yang mau kita ambil/tarik untuk sehari-hari," papar Ary Ginanjar.

Lebih lanjut, "Ketika memilih laci sedih maka energi kita akan negatif. Begitupun sebaliknya. Jadi saat para suami dinas luar, ibu harus tarik laci (ingat moment bahagia bersama bapak). Bukan tarik laci sedih karena mau ditinggal dinas luar atau sidang. Sehingga ibu bisa menularkan energi positif kepada suami (dengan senyuman, kata-kata romantis, mendoakan yang baik, mensupport)."



"Wanita yang tenang, tergantung juga dari pemilihan lacinya. Lalu rumus menjadi wanita tenang yaitu jangan pernah ketemu suami ketemu tetangga tanpa mendoakan orang lain. Ibu ketemu dengan siapapun doakan dia, cukup sepuluh detik pertama. Nanti lihat dampaknya. Saya sudah rasakan bukti dan dampaknya sendiri," sambung Ary.

Ditambahkan olehnya tips yang ketiga, "Selalu fokus kepada apresiasi bukan fokus ke ekspektasi. Yang membuat kita tidak bahagia karena selama ini kita fokusnya kepada yang kurang (less), kita fokus kepada yang hilang (loss), kita fokus kepada yang belum pernah (never). 

Padahal kita bisa memilih mau fokus kepada kekurangan atau kita bersyukur dengan yang kita punya? Jadi bahagia itu ketika kita bersyukur. Allah akan tambahkan nikmat itu. 

Jadi apa yang membedakan orang sukses dengan orang yang bahagia? Orang sukses meraih apa yang didapatkan. Sedangkan orang bahagia itu mensyukuri apa yang didapatkan," jelasnya sambil tersenyum.



"Terakhir adalah pasang mata lebah pada setiap keadaan. Selalu lihat hal-hal yang positif, merespon dengan positif dalam situasi apapun. Bagaimana teknik atau prakteknya. Akan dibahas oleh Coach Nia," tutupnya.

Coach Nia sampaikan, "Kalau kita mau bahagiakan orang. Kita bahagiakan dulu diri kita. Kalau diri kita sudah dipenuhi rasa kasih sayang, maka itu juga yang akan diberikan kepada orang sekitar. Tapi, ketika diri kita dipenuhi rasa gelisah, sedih. Itu juga yang akan kita pancarkan kepada orang sekitar."



Materi yang hanya disampaikan dalam 60 menit itu mampu memberikan respon positif dari para audiens. Salah satunya dari Ketua Umum DYK.

"Kami ucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Ary Ginanjar dan para coach yang telah memberikan ilmunya kepada kami. InsyaAllah akan kami jalankan itu di kehidupan sehari-hari. Menjadikan wanita yang tenang, membuat kebahagiaan bagi keluarga," ungkap Budi Utami.

Menurutnya, seminar yang dibawakan oleh Ary Ginanjar dan Nia Fiani itu sangat bagus. Sepertinya semua peserta tidak ada yang tidak meneteskan air mata saking bagusnya. Bagus isinya, sehingga kita dalam penjiwaan itu sangat masuk. Memang begitu kalau ESQ. 

"Kemudian mengenai peran istri sebagai lentera keluarga juga sebagai sumber energi positif. Karena suami akan bahagia ketika sudah menyerap energi positif dari kita, para istri. Nah, kewajiban istri adalah terus mensupport, sehingga ketika suami kita sebagai hakim memutuskan perkara hasilnya juga akan positif," ucap istri dari Ketua Mahkamah Agung RI yakni Prof Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H.



Lebih lanjut, "Tidak akan ada yang tergoyahkan tentang integritas. Dia akan tetap bersemangat tetap berpedoman kepada integritas. Karena hakim banyak godaannya. Jadi peran kita sebagai istri harus bisa mendinginkan suami untuk menentukan pilihan sikap yang positif."

Wanita kelahiran Purwokerto itu berpesan untuk istri-istri hakim bahwa tetaplah menjadi wanita yang tenang, sehingga akan mencerminkan keluarga yang bahagia. Bila istri bahagia tentu keluarga pun akan bahagia. Terutama suami, anak, cucu dan lainnya. 

"Kita harus memberikan contoh qonaah. Karena qonaah adalah menerima apa yang diberikan oleh Allah (apapun). Tidak bersaing satu dengan yang lainnya. Jadi apa yang kita terima, rejeki dari Tuhan itulah yang kita manage, itulah yang kita atur demi kebahagiaan rumah tangga," tutup wanita yang pernah menjadi bidan di Puskesmas Jeruk Purut, Jakarta itu.



Adapun yang diungkapkan oleh Kapusdiklat Teknis Peradilan Syamsul Arief pasca mengikuti seminar tersebut.

"Pak Ary ngasih materi luar biasa. Materinya sederhana namun dalem maknanya. Salah satunya mengenai pentingnya bersyukur. Karena orang suka lupa, terbiasa dengan tingginya ekspektasi padahal dengan memberikan apresiasi atau bersyukur dari hal-hal yang kecil itu menimbulkan energi yang positif. Nah pesan saya kepada ibu-ibu istri hakim, bisa terus menularkan energi positif kepada suaminya," tuturnya.

Ary Ginanjar meresponnya, "Saya juga berterimakasih kepada Pak Syamsul dan seluruh insan MA yang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk membantu misi mulia MA untuk membangun energi positif secara holistik. 

Jadi bukan hanya hakimnya atau staff nya saja tetapi para istrinya juga. Ini cara cerdas MA untuk membangun budaya kerja yang positif luar biasa."



Ary juga diundang untuk jadi narasumber penyambutan calon hakim Indonesia dilain waktu.

"Calon hakim harus punya grand why yaitu semangat pengabdian. Tidak cukup hanya strong why yaitu nilai-nilai diri (intelektual), tidak cukup juga big why yaitu emosional dengan mencari-cari kekaguman. Tetapi yang dahsyat adalah dengan grand why atau spiritual, kita bisa berbakti kepada Tuhan, bangsa dan negara."

Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA