Jumat, H / 17 Oktober 2025

Renungan dalam Aksi 212

Senin 03 Dec 2018 08:12 WIB

Author :Singgih Wiryono

Reuni Aksi Damai 212

Foto: Istimewa

Singgih Wiryono*


Pernah kah kita mendapatkan pengalaman di suatu waktu, kemudian ketika orang lain bertanya, seperti apa pengalaman itu. Saking indahnya, kita akan mengatakan, pengalaman ini tidak bisa digambarkan, diwakilkan dengan jumlah kata yang ada di dunia ini.


Kita tidak bisa memberikan penjabaran betapa membahagiakannya, betapa menyedihkannya, atau betapa indahnya pengalaman itu. Lalu kita berkata pada kawan yang bertanya "Kamu harus mencobanya sendiri,"


Itulah yang saya dapatkan ketika mengikuti Reuni Aksi Damai 212 kemarin, (2/12). Rasanya tak bisa tergambarkan dengan kata-kata bagaimana orang-orang dari luar daerah berkumpul menjadi satu, mengenakan baju putih dan memutihkan kawasan monas.


Saya berangkat bersama istri saya sekitar pukul 7 menggunakan sepeda motor. Setelah berpikir berkali-kali apakah transportasi umum seperti kereta dan bus memungkinkan untuk digunakan. Beberapa kali saya mengontak kawan-kawan yang ada di sekitar pinggiran Jakarta seperti Bekasi, Bogor dan Tangerang. Banyak dari mereka tertahan karena gerbong kereta selalu penuh.


Naik sepeda motor adalah alternatif yang paling masuk akal. Setibanya di kawasan menteng, mulai terlihat mobil-mobil parkir. Masa yang berjalan kaki dari Menteng ke Monas pun ramai, saya tersendat di kawasan Cikini dan harus melepas sepeda motor dari sana dan melanjutkan dengan berjalan kaki.


Lautan manusia, begitu saya melihatnya di sepanjang jalan Kebon Sirih dan Medan Merdeka, sampai saya tak bisa masuk ke area Monas. Di sana saya tertegun, betapa umat Islam adalah umat yang besar dan kuat.


Cerita-cerita unik seperti turis Tionghoa terlihat dari ciri fisiknya diberikan jalan khusus oleh petugas-petugas dari Front Pembela Islam untuk melewati masa yang begitu besar. Ikatan ukhuwah begitu terasa sesaat setelah saya melihat mobil-mobil logistik membagikan roti dan makanan.


Semakin siang, terik matahari semakin menyengat. Di situ saya merasakan seperti membayangkan berada di padang Mahsyar. Memang bukan sepersekian, tapi terik panas matahari dan ribuan orang yang berjubel tersebut memberikan perenungan tersendiri bagi saya.


Saya yang tak tahan dengan deru kendaraan roda dua dan panas terik mencoba untuk berteduh di sebuah pot bunga di pinggir jalan. Kembali ada dialog dalam hati saya, jika di padang Mahsyar, tak ada tempat bernaung selain naungan-Nya, maka tiada harap kecuali pada Allah.


Suasana panas dan terik itu justru memperlihatkan tali ukhuwah yang begitu besar. Saya yang mencari air minum karena kepanasan, tiba-tiba seorang menawarkan air minumnya untuk saya. Begitu juga sebagian yang lain melakukan hal yang sama.


Seorang bapak memperhatikan anak-anak rekan-rekannya.


"Pak, anaknya lemas, tolong istirahat dulu,"


Tanpa terasa tali ukhuwah itu membuat saya semakin bersemangat untuk ikut membantu mereka yang kesulitan. MasyaAllah, semoga reuni umat islam di 212 bisa memberikan keberkahan dan persatuan umat.


*Editorial & Reportase ESQ Media


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA