Oleh: Ahmad
Meilani (Guru Siroh di MILBoS)
ESQNews.id, JAKARTA - Senja zaman yang semakin jauh terus membisiki hati
setiap hari. Katanya, “kami beranjak menjauh dari sumber cahaya yang dulu telah
menerangi dunia dan mencerahkan kemanusiaan, menerangi dan mencerahkan Jazirah
Arabia yang dikenal saat itu sedang dilanda dekadensi moral dan akhlak.” Kita,
kini berada jauh dari masa tibanya
penerang hati-hati penduduk bumi, yaitu Al Musthafa sang penutup para nabi,
shalawat dan salam atas mereka semuanya.
Terang benderang terasa suasana pasca dirundung gulita kemanusiaan yang berkepanjangan. Bak mentari yang menerangi bumi kita dari ufuk timur, yang tak henti menerangi dan menghangatkan bumi, sehingga berlangsunglah kehidupan. Itulah saat puncak, dimana Rabb alam semesta, Allah ta’ala menjadi ukuran terlontarnya kata dan terpancarnya laku. Misi Al Musthafa shallallahu’alaihiwasallam didaulat di bumi ini untuk menyempurnakan akhlak manusia. Liutammima makarimal akhlaaq.
Senja zaman yang kian menua itu bercerita begitu,
mengetuk pintu nurani kita dan bertanya: Adakah anak zaman ini yang hendak
mengambil cahaya dari para pendahulunya? Teringatlah kita pada apa yang dikatakan
seorang imam ulama kenamaan, imam Daarul Hijrah, tegasnya, “Zaman ini tak akan
baik kecuali bila mengikuti jalan yang membuat generasi awal umat ini baik.”
Ukurannya bukan materi yang kasat mata, tapi legitimasi dan pengakuan dari Rabb
alam semesta, “kuntum khoiru ummatin”.
Indah nama generasi pertama, kedua dan ketiga umat Muhammad Al Musthafa shallallahu’alaihiwasallam itu bukan semata cerita tertata nan mempesona begitu saja sebagai buah pesan Wahyu Rabb alam semesta, tapi juga tersebab adanya para anak zamannya yang menyejukkan mata setiap yang melihatnya yang tak henti berjuang tak lelah berupaya mengamalkan ajaran-ajaran sang teladan.
Individu yang shaleh bersatu padu, jadilah mujtama atau masyarakat yang indah berkemilau cahaya. Penyejuk berjuta pasang mata dan menyegar jiwa-jiwa yang rindu pada kemuliaan. Merekalah bunga-bunga indah semerbak kemanusiaan. Merekalah bukti dan hasil tarbiyah atau didikan pembawa misi rahmatan lil ‘aalamiin.
Sejuk di mata jutaan manusia pun bermula dari satu
manusia yang menjadi pelipur lara, penyejuk mata saat bersama juga ketika nun
tersekat jurang yang mengendapkan kerinduan dan hangatnya pelukan. Tapi, sejuk,
nyaman dan ithmi'naan, sebab cerita hariannya terbingkai selalu ketaatan
dan keshalehan mengamalkan ajaran sang teladan shallallahu’alaihiwasallam.
Itulah penyejuk hati, qurrota a'yun.
Peradaban besar yang tertuang dalam kitab berjilid-jilid tentang sejarah
manusia-manusia mulia itu tersusun rapinan indah dari sekian banyak sosok
individu yang menawan hati, menyegarkan telinga saat mendengarnya, menumbuhkan
optimisme saat melihat semisalnya atau mendekati kepribadian mereka di senja
zaman yang tak jarang mengerutkan kening banyak kepala orang tua. Mereka adalah
cahaya di tengah gelap zaman di mana kita berada.
Coba tengok kitab berjilid-jilid yang bernama Siyar
A'lam An Nubala, karya ulama keren dan hebat Imam Ad dzahabiy, akan
didapati para penyejuk hati yang abadi, mereka yang diceritakan itu pernah
menjadi primadona zamannya yang kini jadi sejarah cerah, dan menjadi buah bibir
penuh hikmah di era yang amat langka didapati pribadi-pribadi seperti mereka,
para a'lam yang Nubala. Sekian ribu bahkan juta mereka menjadi
cerita indah sepanjang masa itu mulanya dari situ, قرة
أعين.
Pantas saja, andai sekian orang tua yang ambisius
atas nama cita-cita dan cinta ingin anaknya menjadi ‘superstar’ atau apa saja
yang nampak wah di hadapan mata dunia. Itu harapan sebagian orang tua. Saat itu
ada, tak jarang juga bikin kecewa. Wajar, kadang orang tak paham juga apa
maunya. Hanya ikut-ikutan kebanyakan manusia. Tapi, saat hadir di hadapannya,
anak belia, atau beranjak dewasa dan sedang menyusun cerita hidupnya dalam laku
dan kata mulia dengan tinta ketaatan pada Rabb yang Maha Kuasa, Allah ta'ala
dan senantiasa berupaya menjadi follower setia Al Musthafa shallalallahu'alaihiwasallam,
idola utama manusia yang tak akan pernah membuat kecewa pengagumnya. Sungguh
luar biasa, dan tahulah mereka, para orang tua, bahwa keinginan batinnya yang
sesungguhnya adalah itu; anak yang shaleh sang pelipur lara kehidupan; Qurrota
a’yun.
Kabar gembira dari kitab suci yang mulia, Al qur'an, yang menyingkap cita-cita sejati dalam sebuah doa abadi, namun sayangnya, kadang tidak disadari oleh orang yang diamanahi anak, baik anak biologis maupun anak didik. Doa itu adalah;
"والذين يقولون ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين"
Berkata al Hasan rohimahulloh dalam sebagaimana
tersurat dalam Tafsir Ibnu Katsir,
"والله ما شيء أقر
لعين المسلم من أن يرى ولدا، أو ولد ولد، أو أخا، أو حميما مطيعا لله عزوجل"
"Tidaklah sesuatu yang paling menyenangkan hati seorang muslim itu kecuali saat disaksikannya orang-orang terdekatnya hidup dalam ketaatan kepada Allah ta’ala."
Semoga kita menjadi permata di senja zaman dan selalu berada dalam keberkahan.