ESQNews.id, JAKARTA - Konflik adalah puncak masalah dalam sebuah cerita. Dalam cerpen, hanya ada satu konflik. Inilah ciri khas cerpen yang lebih fokus pada satu masalah utama. Berbeda dengan novel yang bisa memiliki beberapa konflik besar, sehingga penyelesaiannya membutuhkan banyak halaman.
Biasanya sebelum konflik meletus, didahului dengan pengenalan tokoh, jalan cerita yang menggiring kepada ketegangan-ketegangan yang diselengi dengan narasi, deskripsi dan dialog sebelum masuk kepada puncak masalah. Sama seperti gelombang, ada puncak dan lembah. Saat mendekati puncak itulah yang dinamakan ketegangan, sedangkan lembah adalah penurunan ketegangan.
Dalam cerpen hanya ada satu gelombang besar. Biasanya sebelum gelombang besar didahului dengan gelombang-gelombang kecil, inilah ketegangan (suspend). Cerpen yang menarik dan enak dibaca adalah yang bisa mengatur ritme gelombang ceritanya naik turun.
<more>
Konflik tidak selamanya diartikan dengan tindakan fisik atau kata-kata yang ketus dan keras seperti menampar, memukul, menerjang, memaki atau mencemooh. Bisa juga hanya berupa pertentangan batin, perselisihan, dendam, amarah tertahan, kecewa, terkejut dan lain-lain.
Konflik yang memikat lahir dari kepiawaian penulis dalam meramu plot, menggerakkan tokoh cerita dan menciptakan suasana yang hidup sehingga pembaca tergiring pada pusaran arus konflik cerita. Kamu harus banyak belajar bagaimana menulis konflik yang memikat. Salah satu caranya adalah dengan banyak membaca cerpen-cerpen penulis hebat yang sudah lihai mengolah konflik cerita.
Setelah konflik (disebut juga dengan klimaks atau puncak masalah), biasanya ada antiklimaks atau penurunan ketegangan sampai pada penyelesaian masalah. Ada dua pilihan yang harus dipilih oleh tokoh cerita dalam antiklimaks dalam penyelesaian sebuah konflik dalam cerpen.
Teknik ini juga yang sering ditemui ketika membaca cerpen lainnya. Kamu bisa memilih salah satunya sebagai penyelesaian masalah tersebut.