ESQNews.id,
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) atau carbon pricing. Dengan adanya
Perpres ini, Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang menggerakkan penanggulangan
perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Jokowi mengatakan bahwa perubahan iklim merupakan salah satu tantangan global yang perlu ditangani secara bersama agar semakin menguat baik di tingkat internasional maupun nasional. Menurut kabar yang beredar, pada tahun 2016, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).
Komitmen tersebut menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional. Hal tersebut menunjukkan betapa kuatnya dukungan atas komitmen global tersebut.
Orang nomor 1 di Bumi Pertiwi itu menargetkan bahwa akan ada penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional di Indonesia pada Tahun 2030.
Berita
ini disambut hangat oleh CEO of Rima Ginanjar Green Architects, Rima Ginanjar. Ia
bertekad ingin berkontribusi dalam penurunan karbon ini. Karena, menurutnya
karbon itu zat rumah kaca yang bisa menyebabkan global warming.
“Maka dari itu Rima masuk ke ranah low carbon design dan fokus ke arah bangunan green. Sudah banyak yang support terkait penurunan emisi gas rumah kaca ini. Tapi Green Architects sendiri lebih gencar lagi ke arah dimana manusia itu tinggal,” papar Rima, anak ketiga dari Ary Ginanjar Agustian (Founder ESQ Group) saat diwawancarai oleh ESQNews.
Program tersebut menuai banyak dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya Bappenas yang ikutserta membuat dan menyebarkan tulisan-tulisan di lamannya terkait penurunan emisi gas rumah kaca.
“Sebenarnya Low Carbon Design ini luas tidak hanya di bagian arsitekturnya saja. Namun di industri-industri juga sudah mulai. Sudah banyak pemasangan solar panel di berbagai daerah. Banyak juga artikel-artikel yang sudah membahas Low Carbon Design Indonesia di website Bappenas,” sambungnya.
Menurut
Rima Khansa Nurani, dengan ketetapan Presiden Jokowi di tahun 2021 tersebut
seharusnya membuka peluang yang sangat besar untuk Green Design yang merupakan
solusi untuk menciptakan Green Building. Bayangkan betapa banyaknya gedung yang
tidak didesain dengan Low Carbon Design. Oleh karenanya, Rima mengajak untuk
beralih ke Low Carbon Design sejalan dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan
populasi Indonesia.
“Sampai saat ini sudah tak terhitung kerugian yang ditimbulkan akibat dari bangunan yang tidak efisien dan sustainable. Padahal bila didesain secara tepat, biaya operasional setiap gedung bisa berkurang,” renung Rima, lulusan Master of Sustainable Environmental Design in Architecture (SEDA) di Liverpool itu.
Ia juga melanjutkan, “Bayangkan apabila sebuah gedung bisa menghemat biaya operasionalnya sekitar 20% saja atau Rp. 100.000.000 per bulan, dan dikalikan seratus atau bahkan ribuan gedung. Berapa banyak uang dan energi yang sebenarnya kita buang. Padahal uang tersebut bisa dipergunakan untuk membangun kemanusiaan, dimana bangsa Indonesia membutuhkan begitu banyak pertolongan.”
Ia sangat berharap melalui Green Architect bisa membantu bangsa Indonesia berkontribusi dalam upaya penurunan karbon yang sangat berdampak pada perubahan iklim global.