Minggu, H / 28 April 2024

Legacy-mu Wahai Murobbi

Jumat 03 Sep 2021 11:22 WIB

Reporter :Endah Diva Qaniaputri

Ilustrasi

Foto: dreamstime.com

Oleh: Ahmad Meilani

(Guru Siroh di MILBoS)


ESQNews.id, JAKARTA - Dewasa ini, ketika disebut kata ‘murobbi' mungkin yang terbayang di benak sebagian kita hanya sosok guru agama, guru yang mengenalkan kita pada siapa yang membuat kita ada dan alam dunia ini disediakan untuknya, tapi ada yang sering terlupa sebenarnya istilah atau sebutan mulia ini semestinya sangat erat dan rekat pada sosok luar biasa yang bernama orang tua, yaitu ayah dan bunda.



Yang menjadi ironi, ada sebagian mereka yang berstatus sebagai orang tua, diamanahi anak oleh Allah ta'ala untuk ditarbiyah menjadi insan mulia, tapi berpandangan bahwa pendidikan itu tugas guru akhlak atau guru agama di sekolah atau lembaga tertentu seperti pesantren dan sejenisnya.



Selain itu, ada juga yang mengira dengan perkiraan yang jauh melenceng, melihat dan memahami bahwa pesantren itu tak ubahnya seperti bengkel, dititipi barang rusak lalu dilepas dan merasa lepas tanggung jawab, setelah itu nunggu hasil sekian bulan, dengan harapan akan melihat anaknya menjadi anak yang berubah menjadi baik (mungkin tanpa merasa perlu tahu prosesnya yang pasti tak mudah).






Bukan tidak mungkin sejuta tantangan siap menghadang. Memang itulah tujuannya pendidikan atau tarbiyah, yaitu untuk menjadikan insan menjadi baik, untuk tujuan besar itu tak mungkin tanpa tantangan serius. Segala sesuatu itu pasti ada prosesnya, dan proses itu tak selalu singkat waktunya, tak terkecuali tarbiyah.



Aslinya murobbi atau pendidik yang utama itu ya orang tua, tapi kita tahu bagaimana situasi dan kondisi setiap kita, setiap orang tua yang tak selalu siap siaga ketika dihadapkan dengan tantangan untuk mentarbiyah secara mandiri dalam lingkup keluarga, tapi perlu lembaga lain untuk ikut serta membina.



Dalam hal ini pesantren adalah salah satu partner sinergi mendesain generasi ini. Tapi syaratnya mesti saling memahami, sebab sinergi tanpa saling memahami akan berakhir nihil.



<more>



Semestinya terjalin kerja sama dan tafaahum serta saling percaya dalam sebuah proses tarbiyah ini. Jangan terburu-buru ingin melihat hasil hanya dalam waktu seminggu dua minggu, perlu pendekatan dan perjuangan keras untuk meluruskan kebengkokan atau menjaga kelurusan setiap anak yang dididik. Butuh waktu dan usaha tiada henti beserta doa tak putus-putusnya. Ini semua perlu perjuangan.



Nanti, pada akhirnya yang sangat berbahagia adalah orang tua, dan sebetulnya, sebelum itu, justru murobbi atau para gurulah yang akan sangat merasa gembira atas perubahan anak menjadi insan mulia setelah proses tarbiyah berjalan beberapa bulan atau mungkin berbilang tahun.



Kebahagiaan sang murobbi itu sederhana saja, tak serumit sebagian orang yang biasa membuat standar rumit untuk senyum lebar dan menitik air mata tanda bahagia, tanda gembira tak terhingga. Sederhana saja, contohnya ketika sang murid mulai senyum menyapa diawali dengan salam yang pernah diajarkannya tempo hari, itu menjadi sangat ‘wah buanget’ bagi jiwa murobbi yang hanya ingin kebaikan itu semakin tumbuh pada anak muridnya yang sangat disayanginya karena illahi.



Tak rumit, saat kalimat perkalimat berbahasaa arab terucap dari lisan mutarobbi alias santri atau murid atau apa saja dia dinamai, itu membuat hati berdebar, berbunga mekar, pertanda bahagia menyapa, sederhana tapi penuh makna.



Bagi murobbi, kenakalan yang sedang menyinggahi sang santri atau mutarobbi itu momen yang mengajarinya untuk memperbaiki diri, untuk menjadi sosok yang bisa diteladani.



Di satu sisi dia sebagai murobbi, sebagai guru, tapi dalam sudut pandang lain, sejatinya para santri itu sedang mengajari, sedang mengoreksi, sedang memperbaiki sang murobbi.






Tugas utama sang murobbi tentu bukan menjadi tinggi bagi mutarobbi, tapi yang utama bagaimana mereka bisa mengenali Rabbil 'izzati. Itulah kunci, jika itu sudah dikenali, maka selanjutnya akan mengikuti, tinggal prosesnya yang tak boleh mandek terhenti.



Mengapa di awal disinggung tentang orang tua yang sejatinya juga sebagai murobbi? Karena memang tugas mereka salah satunya dan paling utamanya adalah bagaimana Rabbnya manusia itu dikenali sang buah hati.



Murobbi yang berhasil yaitu mereka yang membuat mutarobbinya mengenali betul Allah rabbul 'izzati.



Santri-santri yang akan menentukan arah perjalanan sejarah bangsa ini -biidznillah- itulah nanti yang akan menjadi legacy sang murobbi yang mengabadi dan tak terganti, tak cukup di dunia ini, bahkan hingga usainya masa hidup di dunia ini.



Selamat berjuang wahai para murobbi.



Para murobbi, melalui Anda -biidznillah- martabat negeri akan meninggi menembus angkasa.



Jangan lihat hasil hari ini, lihatlah nanti, entah esok hari atau nanti yang belum kita ketahui sama sekali, asalkan satu pesan yang mesti diingat selalu dalam sanubari, jangan berhenti untuk menjadi murobbi dalam segala situasi dan kondisi. Walau apapun yang terjadi, engkau tetaplah murobbi.



Semoga Allah ta'ala selalu memperbaiki dan memberkahi upayamu ini wahai para murobbi.


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA