Senin, H / 13 Mei 2024

Kisah Pahlawan Otto Iskandar Dinata di Balik Uang 20.000 (2)

Rabu 30 Sep 2020 15:09 WIB

Reporter :Endah Diva Qaniaputri

Buku Ayat-Ayat yang Disembelih

Foto: m.industry.co.id

14 tahun silam, setelah pemancungan tersebut. Keluarga Otto mengambil gundukan pasir dari pantai Ketapang, Mauk. Untuk dikubur di makam Pahlawan, Bandung. Perbuatan tersebut dilakukan karena jasad Otto tak ditemukan.


Menjelang akhir 1952, warga Bandung menyaksikan pemakaman kembali tokoh Pasundan Otto lskandar Dinata. Disebut pemakaman kembali karena jenazahnya sebetulnya tidak pernah ditemukan.


Sentot lskandar Dinata, salah satu putra Otto, tiba di Bandung dengan memanggul sebuah peti berisi pasir dan air laut sebagai simbul jenazah Otto. Pasir dan air laut itu dimasukkan ke dalam peti diiring doa seorang Penghulu Jaksa Tangerang. Dalam rombongan terdapat Menteri Perhubungan Djuanda, lr. Ukar Bratakusumah, Dr. Diungju serta Letnan Kolonel Sukanda.


Peti Jenazah berisi pasir dan air ini dimakamkan pada hari Minggu, 21 Desember 1952 di Taman Bahagia, daerah Lembang. Pemakaman dimulai pukul 10.00 pagi, dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.


Hingga kini, anak cucu Otto, para peziarah dari berbagai penjuru Indonesia, hanya bisa menziarahi pasir dan air Pantai Mauk yang menjadi saksi kebengisan gerombolan PKI UbeI-Ubel hitam.


Bagaimanapun, pasir dan air pantai Mauk, adalah satu-satunya saksi bisu yang hampir terlupakan. Hanya pasir dan air pantai itu yang bisa dihadirkan di makam Otto. Di pemakaman pahlawan Bandung pun, Otto hanyalah segenggam pasir dan air yang bisa menguap kapan saja. Semua gara-gara keganasan laskar Ubel-ubel Hitam buatan Usman.


Semoga kisah sejarah ini tidak terlupakan. Di mana pun dan kapan pun gerombolan PKI tetaplah membahayakan. Baik agama, bangsa, maupun negara. Maka dari itu waspadalah!. Wallahu Ta’ala ‘Alam


(Dikutip dari Buku, Ayat-Ayat Yang Di Sembelih, hal 29-31, cet II. Karya Anab Afifi, Thowaf Zuharon) 



<more>


Buku yang berjudul 'Ayat-ayat yang Disembelih' ditulis oleh Thowaf Zuharon dan Anab Afifi.


Salah satu penulis buku yang terbit tahun 2015 ini, Anab Afifi, menjelaskan di balik lahirnya buku tersebut. Buku tersebut lahir tepatnya bulan Oktober 2015.


Ia menceritakan, buku tersebut berisi cerita tentang banyaknya masyarakat yang menjadi korban kekejaman PKI pada kurun waktu 1926-1968.


Dalam bukunya setebal 259 halaman, ia menuliskan kisah nyata dari 40 saksi hidup yang terdiri atas korban, kerabat, dan keluarga korban keganasan PKI yang terjadi dari ujung Pulau Sumatra hingga Pulau Bali. Bahkan, korbannya mulia dari kyai, santri, menteri, gubernur, bupati, wedana, camat, kepala desa, adik RA Kartini, hingga rakyat kecil. 


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA